Penulis: Reswara Dyah Prastuty, Reviewer: Diah Dinar Utami
Perkembangan manusia pada 1000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masih berada dalam kandungan hingga berusia dua tahun, memiliki peranan penting dalam membentuk pondasi perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupan. Pada masa ini, volume otak anak berkembang sangat pesat hingga mencapai 75% dari volume otak orang dewasa (Santrock dkk., 2020). Beriringan dengan itu, berbagai aspek psikologis manusia, seperti sensorik motorik, kognitif, dan sosio emosional, juga turut berkembang. Aspek-aspek yang berkembang pada periode emas ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan potensi perkembangan dan pembelajaran anak di masa mendatang (UNICEF, 2017).
Executive function atau fungsi eksekutif merupakan salah satu keterampilan dasar yang mulai tumbuh pada masa bayi. Keterampilan ini memungkinkan manusia untuk melakukan perencanaan hingga mampu mencapai tujuan. Fungsi eksekutif mencakup berbagai kemampuan kognitif, yaitu kemampuan atensi, pemecahan masalah, koordinasi, pembuatan keputusan, regulasi diri, serta berbagai kemampuan kognitif tingkat tinggi lainnya (Goldstein & Naglieri, 2014).
Pada anak-anak, keterampilan eksekutif berhubungan dengan performansi akademik (Pascual dkk., 2017). Di sisi lain, keterampilan eksekutif yang terhambat atau kurang berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan anak usia dini seperti autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau yang biasa disebut sebagai ADHD (Lynch dkk., 2017; Krieger & Amador-Campos, 2018). Melihat hal tersebut, pemeriksaan atau skrining terhadap kemampuan eksekutif anak menjadi penting untuk dilakukan sehingga orang tua dapat memahami perkembangan buah hati secara lebih jauh dan menindaklanjutinya dengan intervensi dini bila diperlukan.
Pada tahun 2021, tim peneliti dari Center for Life-span Development (CLSD), Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada memberikan pelatihan keterampilan skrining perkembangan fungsi eksekutif bayi kepada para ibu yang memiliki bayi berusia 12-24 bulan. Pada pelatihan tersebut, ibu diajarkan untuk melakukan skrining menggunakan sebuah permainan sederhana, yaitu A not B. Melalui permainan atau tugas ini, ibu akan mengamati strategi bayi dalam mencari mainan yang disembunyikan di hadapannya yang mana hal tersebut mampu menggambarkan keterampilan eksekutifnya (Frossman & Bohlin, 2014).
Untuk dapat memeriksa kemampuan eksekutif bayi melalui permainan A not B, ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh ibu. Pertama, ibu perlu menyiapkan ruangan yang minim distraksi sebagai tempat untuk melakukan permainan. Kedua, ibu perlu menyediakan alat berupa dua buah mangkuk yang sama persis dan tidak transparan serta sebuah mainan karet yang berukuran lebih kecil dari ukuran mangkuk. Selain itu, bila diperlukan, ibu juga dapat menyediakan kamera untuk merekam perilaku bayi saat melakukan permainan.
Sebelum melakukan permainan, ibu perlu mendudukkan anak di hadapan ibu dengan jarak kurang lebih dua meter. Setelah itu, ibu dapat meletakkan kedua buah mangkuk di depan ibu secara telungkup dan sejajar. Mangkuk yang berada di sisi kanan adalah mangkuk pada posisi A sedangkan yang berada di sisi kiri adalah mangkuk pada posisi B. Selain meletakkan mangkuk, ibu juga perlu menyembunyikan mainan karet di belakang badan ibu. Apabila seluruhnya telah berada pada posisi yang sesuai dengan ketentuan, ibu dapat memulai permainan A not B.
Untuk melakukan permainan A not B, dibutuhkan waktu kurang lebih sepuluh menit. Meskipun tahapan permainan A not B dapat dikatakan sederhana, ibu perlu memperhatikan dan melakukan setiap langkahnya secara teliti dan runtun. Berikut adalah tahap-tahapnya.
- Ibu mengeluarkan mainan karet dari balik badan dan memainkannya untuk menarik perhatian anak.
- Setelah pandangan mata anak tertuju pada mainan, ibu mengangkat mangkuk pada posisi A, lalu meletakkan mainan ke dalam mangkuk yang posisinya tertutup ke bawah tersebut.
- Ibu berkata pada anak, “Sekarang mainannya disembunyikan di sini.”
- Ibu menepuk tangan sekali untuk membuyarkan fokus tatapan mata anak.
- Ibu memberikan jeda selama tujuh detik dengan tetap berinteraksi atau menjaga kontak mata dengan anak.
- Setelah tujuh detik, ibu menggeser kedua mangkuk ke depan sehingga dapat dijangkau oleh anak.
- Ibu bertanya kepada anak, “Di mana mainannya?”
- Tanpa memberikan instruksi, petunjuk, maupun arahan apapun, ibu menunggu hingga anak bergerak mencari mainan.
- Apabila mainan tersebut berhasil ditemukan oleh anak pada posisi mangkuk A, maka ibu boleh membiarkan anak untuk memainkan mainan tersebut sebentar. Sebaliknya, apabila anak tidak menemukan mainan tersebut pada posisi A atau tidak bergerak mencarinya hingga sepuluh detik, maka ibu perlu mengeluarkan mainan dari mangkuk posisi A sambil berkata, “Ini dia!”.
Setelah selesai menjalankan seluruh langkah yang disebutkan, ibu perlu mengulangi keseluruhan proses tersebut hingga berjumlah empat kali. Kemudian, ibu perlu melakukan dua kali percobaan lagi dengan menyembunyikan mainan pada mangkuk yang terletak pada posisi B. Dengan begitu, ibu akan melakukan enam kali percobaan dalam pelaksanaan permainan A not B.
Penilaian terhadap perilaku bayi saat melakukan permainan A not B dapat ibu lakukan secara langsung saat melaksanakan permainan maupun setelah menyelesaikan permainan dengan melakukan pengamatan terhadap video rekaman. Dari pengamatan tersebut, ibu dapat mencatat perilaku looking dan reaching bayi.
Perilaku looking yang benar pada permainan ini dapat dilihat melalui arah pandangan mata bayi yang langsung tertuju pada mangkuk tempat mainan disembunyikan saat ibu bertanya, “Di mana mainannya?”. Adapun perilaku reaching yang benar nampak dari respon perilaku anak yang ingin meraih mangkuk tempat mainan disembunyikan menggunakan tangannya. Ibu dapat menuangkan hasil pengamatan tersebut dalam sebuah tabel yang memuat keterangan perilaku looking dan reaching bayi pada percobaan pertama hingga keenam, apakah benar, salah, tidak menunjukkan perilaku looking maupun reaching sama sekali, atau perilaku looking dan reaching tersebut tertuju pada kedua posisi, yaitu A dan B.
Setelah hasil skrining diperoleh, bila diperlukan, ibu dapat mengkonsultasikannya kepada profesional, seperti psikolog atau dokter anak. Dengan begitu, akan diperoleh saran yang berguna untuk menstimulasi perkembangan fungsi eksekutif anak maupun melakukan intervensi dini.
Referensi:
Goldstein, S., & Naglieri, J. A. (2014). Handbook of executive functioning. New York: Springer. doi:https://doi.org/10.1007/978-1-4614-8106-5
Eliot, L. (2001). Early Intelligence: How the Brain and Mind Develop in the First Years. London: Penguin.
Johansson, M., Forssman, L., & Bohlin, G. (2014). Individual differences in 10-month-olds’ performance on the A-not-B task. Scandinavian Journal Of Psychology, 55(2), 130-135. doi: 10.1111/sjop.12109
Lynch, C. J. (2017). Executive dysfunction in autism spectrum disorder Is associated with a failure to modulate frontoparietal-insular hub architecture. 2(6), 537-545. doi:https://doi.org/10.1016/j.bpsc.2017.03.008
Pascual, A., Muñoz, N., & Robres, A. (2019). The Relationship Between Executive Functions and Academic Performance in Primary Education: Review and Meta-Analysis. Frontiers in psychology, 10, 1582. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.01582
Santrock, J., Deater-Deckard, K., & Lansford, J. (2020). Child Development: An Introduction. New York: McGraw Hill.
UNICEF. (2017). Early Moments Matter for Every Child. New York: United Nations Children’s Fund.
Krieger, V., & Amador-Campos, J. A. (2018). Assessment of executive function in ADHD adolescents: contribution of performance tests and rating scales. Child Neuropsychology, 24(8), 1063-1087. doi:10.1080/09297049.2017.1386781