Harga Diri Rendah Pada Remaja: Bagaimana Menanggapinya?

Penulis: Faya Sadina Ramadhian
Penyunting: Nur Nisrina Hanif Rifda

Harga diri atau self-esteem merupakan suatu hal penting dalam kehidupan yang dapat diartikan sebagai penilaian menyeluruh terhadap nilai diri individu dari rentang rendah hingga tinggi (Jordan dkk., 2020). Harga diri mencerminkan gambaran diri yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri mengenai berbagai hal, seperti kemampuan diri, kepercayaan diri, dan rasa aman. Harga diri termasuk hal yang penting bagi kesejahteraan mental dan sosial seseorang karena dapat memengaruhi aspirasi, cita-cita, dan interaksi dengan orang lain (Mann dkk., 2004). Apabila seseorang memiliki harga diri yang rendah, maka kondisi tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap  kebahagiaan, penyesuaian diri, sukses, prestasi akademik, dan kepuasan (Du dkk., 2017).

Harga diri yang rendah seringkali  dialami oleh seseorang pada masa remaja. Berdasarkan studi ACT for Youth Center of Excellence (2006), sepertiga hingga setengah dari remaja memiliki harga diri yang rendah, terutama pada masa remaja awal. Harga diri rendah pada remaja dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan perkembangannya, terutama karena masa remaja merupakan tahap transisi untuk membangun identitas diri. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang penyebab dan akibat harga diri yang rendah pada remaja. Di samping itu, artikel ini juga akan membahas mengenai berbagai macam strategi untuk meningkatkan?harga diri.

Salah satu penyebab rendahnya harga diri pada remaja adalah perbandingan sosial. Ketika remaja melakukan perbandingan sosial, ia cenderung dapat memiliki harga diri dan kepuasan yang lebih rendah terkait penampilannya (Purić dkk., 2011). Selain itu, fenomena upward social comparison atau proses membandingkan diri dengan orang yang lebih ‘beruntung’ dapat menyebabkan harga diri dan evaluasi diri yang rendah pada remaja (Hoffman, 2021). Fenomena perbandingan diri juga tampak pada sikap remaja yang sering kali terlalu mementingkan penampilan mereka sehingga dapat menyebabkan rendahnya harga diri apabila merasa tidak memenuhi standar kecantikan. Kondisi remaja dengan harga diri yang rendah dan tidak puas terhadap penampilannya akan berkaitan dengan perilaku makan tidak sehat.

Selanjutnya, faktor risiko utama rendahnya harga diri pada remaja adalah stres pendidikan yang tinggi serta kekerasan fisik dan/atau emosional oleh orangtua  (Nguyen dkk., 2019). Terdapat orang tua yang menerapkan pola asuh secara terlalu kritis atau bersifat neglectful yang ditandai oleh tidak terlibatnya  orang tua dalam kehidupan anak dapat menyebabkan rendahnya harga diri pada remaja. Orang tua juga berpotensi memberi beban bagi anak untuk meraih prestasi akademik tertentu ataupun membandingkan remaja dengan remaja lain. Perilaku tersebut dapat membuat remaja turut melakukan perbandingan diri sehingga berpengaruh terhadap rendahnya harga diri 

Kondisi harga diri yang rendah pada remaja dapat mengakibatkan berbagai hal yang memunculkan permasalahan dalam perkembangan. Penelitian Masselink dkk. (2018) menunjukkan bahwa harga diri rendah pada masa remaja awal dapat memprediksi gejala depresi pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Harga diri yang rendah juga dapat menyebabkan rendahnya  kepercayaan diri, sehingga membuat remaja lebih rentan untuk mengalami kecemasan. Remaja berpotensi melakukan tindakan penyalahgunaan zat sebagai mekanisme penyelesaian masalah. Rendahnya harga diri pada remaja juga dapat membuat mereka tidak termotivasi untuk mendorong diri dalam bidang akademik, sehingga berpotensi mengalami kesulitan dan memiliki pandangan yang rendah tentang masa depan.

Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan harga diri pada remaja adalah sebagai berikut:

  1. Mendorong positive self-talk. Remaja perlu didorong untuk berbicara kepada diri sendiri secara positif dan suportif guna membangun rasa apresiasi kepada diri. 
  2. Berfokus pada keunggulan diri. Remaja perlu melatih diri untuk fokus pada potensi keunggulan dan pencapaian yang dimiliki dibandingkan dengan kelemahan pada dirinya.
  3. Mendorong kebiasaan sehat. Harga diri remaja dapat ditingkatkan melalui kebiasaan yang lebih sehat, seperti olahraga, makan teratur, dan pola tidur cukup.
  4. Menyediakan kesempatan untuk sukses. Remaja selayaknya diberi kesempatan untuk mengaktualisasi diri, meraih kesuksesan, serta diakui pencapaianya.
  5. Mencari bantuan profesional jika dibutuhkan. Apabila remaja mengalami permasalahan berat yang muncul sebagai akibat dari harga diri yang rendah, maka akan lebih baik jika dihubungkan kepada pihak profesional seperti psikolog.

Rendahnya harga diri pada masa remaja merupakan permasalahan yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Perbandingan sosial, pengaruh orang tua, tekanan akademik, dan ketidakpuasan akan penampilan merupakan beberapa penyebab harga diri yang rendah pada remaja. Beberapa akibat dari harga diri rendah pada masa remaja dapat muncul dalam bentuk depresi, kecemasan, penyalahgunaan zat (substance abuse), dan performa akademik yang rendah. Strategi untuk membangun harga diri pada masa remaja antara lain adalah dengan mendorong positive self-talk, fokus pada keunggulannya, mendorong kebiasaan yang sehat, memberi kesempatan untuk sukses, serta mencari bantuan profesional apabila dibutuhkan. Dengan membangun harga diri selama masa remaja, individu dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mentalnya, serta mempersiapkan diri untuk sukses di masa depan.

Daftar Pustaka

ACT for Youth Center of Excellence. (2006). Self-esteem in adolescence. https://www.actforyouth.net/resources/rf/rf_slfestm_0603.cfm 

Du, H., King, R. B., & Chi, P. (2017). Self-esteem and subjective well-being revisited: The roles of personal, relational, and collective self-esteem. PloS one, 12(8), e0183958. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0183958 

Hoffman, J. (2021, January 18). Social comparison among teens. Jenny Talks Therapy. https://jennytalkstherapy.com/2021/01/18/social-comparison-among-teens/ 

Jordan, C. H., Zeigler-Hill, V., & Cameron, J. J. (2020). Self-esteem. In V. Zeigler-Hill & T. K. Shackelford (Eds.), Encyclopedia of Personality and Individual Differences (pp. 1-7). Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-319-24612-3_1169 

Mann, M., Hosman, C. M. H., Schaalma, H. P., & de Vries, N. K. (2004). Self-esteem in a broad-spectrum approach for mental health promotion. Health Education Research, 19(4), 357-372. https://doi.org/10.1093/her/cyg041 

Masselink, M., Van Roekel, E., & Oldehinkel, A. J. (2018). Self-esteem in early adolescence as predictor of depressive symptoms in late adolescence and early adulthood: the mediating role of motivational and social factors. Journal of Youth and Adolescence, 47(5), 932–946. https://doi.org/10.1007/s10964-017-0727-z 

Nguyen, D. T., Wright, E. P., Dedding, C., Pham, T. T., & Bunders, J. (2019). Low self-esteem and its association with anxiety, depression, and suicidal ideation in Vietnamese secondary school students: a cross-sectional study. Frontiers in Psychiatry, 10, 698. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2019.00698 

Purić, D., Simić, N., Savanović, L., Kalanj, M., & Jovanović-Dačić, S. (2011). The impact of forced social comparison on adolescents’ self-esteem and appearance satisfaction. Psihologija, 44(4), 325-341. https://doi.org/10.2298/PSI1104325P