Penulis: Maura Olivia Situmorang
Penyunting: Diah Dinar Utami
Melihat realita yang ada, banyak orang tua menjadikan anak sebagai miniatur mereka. Anak diharap bisa menjadi sosok yang diinginkan orang tua meskipun seringkali bertolak belakang dengan keinginan anak. Ambisi ini membuat anak terkesan seperti robot yang bebas diperintah. Gaya pengasuhan seperti ini disebut authoritarian dan pada dasarnya terdapat pada berbagai budaya, tetapi lebih sering dijumpai pada Asian parents. Li dkk. (2010) melaporkan bahwa anak Asia menerima gaya pengasuhan authoritarian yang lebih tinggi dibanding anak Amerika dan Eropa. Gaya pengasuhan ini dicirikan dengan kehangatan emosional yang rendah, kontrol orang tua yang berlebihan, kepatuhan dan rasa hormat yang tinggi pada orang tua, serta komunikasi dua arah yang kurang (Mousavi dkk., 2016).
Cole (2016) mengatakan bahwa selama masa kanak-kanak, Asian parents cenderung mendorong anak untuk menyimpan emosi daripada meminta anak mengekspresikan emosi. Rothbaum & Trommsdorff (2007) menjelaskan, pada budaya Jepang, orang tua berusaha mencegah anak mengalami emosi negatif, sedangkan orang tua pada budaya Barat lebih sering merespon setelah anak tertekan dan membantu anak mengatasi emosinya.
Gaya pengasuhan tersebut berkontribusi pada perkembangan kehidupan dan kesehatan mental anak. Pada masa remaja, anak yang diasuh dengan gaya authoritarian menunjukkan harga diri, kepercayaan diri, self-efficacy, dan kemampuan hubungan interpersonal yang rendah (Ang & Goh, 2006). Pada masa dewasa, mereka menunjukkan kemampuan regulasi diri yang rendah (Shen dkk., 2018). Di samping itu, adanya batasan ketat dan komunikasi buruk menyebabkan stres pada anak meningkat dan akhirnya berimbas pada kesehatan mental.
Melihat adanya dampak buruk gaya pengasuhan authoritarian, orang tua perlu mengevaluasi gaya pengasuhan yang selama ini diterapkan. Umumnya, pola asuh ini diturunkan dari generasi ke generasi. Orang tua yang memiliki trauma masa kecil akibat pengasuhan authoritarian biasanya menerapkan hal serupa pada anaknya. Orang tua perlu memilih dan mempertimbangkan gaya pengasuhan yang terbaik dan berdampak positif bagi perkembangan anak.
Orang tua bisa menerapkan gaya pengasuhan authoritarian dan authoritative secara bersamaan. Di satu sisi, pengasuhan authoritarian diperlukan untuk menghindarkan anak dari perilaku yang destruktif, tetapi di sisi lain bisa menjadi boomerang yang berdampak buruk bagi perkembangan anak. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua:
1. Tidak menekan emosi anak
Orang tua perlu membantu anak mengenali dan mengekspresikan emosinya. Ketika anak merasakan emosi negatif, orang tua perlu membimbing anak untuk mengatasi emosi tersebut dengan baik ketimbang menghakimi ataupun meminta anak menahan emosi.
2. Ketahuilah bahwa anak merupakan pribadi yang otentik
Orang tua tidak perlu memaksa segala pilihan anak. Beri mereka otonomi untuk memilih dan melakukan semua yang diinginkan selama hal tersebut positif. Cara ini akan membantu meningkatkan kemandirian pada anak.
3. Memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan pendapat dan mendengarkan
segala keluh kesah mereka
Komunikasi merupakan kunci keharmonisan hubungan anak dan orang tua. Dengan adanya komunikasi yang efektif, anak akan merasa lebih dihargai, meningkatkan kepercayaan diri anak, dan membantu membangun hubungan interpersonal yang lebih baik.
Mengasuh anak bukanlah perkara yang sepele. Tumbuh kembang anak akan sangat dipengaruhi oleh gaya asuh yang diterapkan orang tua. Selama ini, kebanyakan Asian parents masih menggunakan gaya pengasuhan authoritarian yang pada kenyataannya malah membawa dampak buruk bagi mental anak. Dengan demikian, orang tua perlu memiliki pemahaman yang tepat mengenai pengasuhan yang efektif dengan menerapkan beberapa cara di atas. Namun, apabila menemukan permasalahan lain seputar pola asuh yang berdampak pada kesehatan mental anak, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan layanan profesional, seperti psikolog/paramedis.
Referensi:
Ang, R., & Goh, D. (2006). Authoritarian Parenting Style in Asian Societies: A Cluster- Analytic Investigation*. Contemporary Family Therapy, 28(1), 131-151. https://doi.org/10.1007/s10591-006-9699-y
Cole, P. (2016). Emotion and the Development of Psychopathology. Developmental Psychopathology, 1-60. https://doi.org/10.1002/9781119125556.devpsy107
Li, Y., Costanzo, P., & Putallaz, M. (2010). Maternal Socialization Goals, Parenting Styles, and Social-Emotional Adjustment Among Chinese and European American Young Adults: Testing a Mediation Model. The Journal Of Genetic Psychology, 171(4), 330-362. https://doi.org/10.1080/00221325.2010.505969
Mousavi, S., Low, W., & Hashim, A. (2016). Perceived Parenting Styles and Cultural Influences in Adolescent’s Anxiety: A Cross-Cultural Comparison. Journal Of Child And Family Studies, 25(7), 2102-2110. https://doi.org/10.1007/s10826-016-0393-x
Rothbaum, F., & Trommsdorff, G. (2007). Do Roots and Wings Complement or Oppose One Another?: The Socialization of Relatedness and Autonomy in Cultural Context. In J. E. Grusec & P. D. Hastings (Eds.), Handbook of socialization: Theory and research (pp.461–489). The Guilford Press.
Shen, J., Cheah, C., & Yu, J. (2018). Asian American and European American emerging adults’ perceived parenting styles and self-regulation ability. Asian American Journal Of Psychology, 9(2), 140-148. https://doi.org/10.1037/aap0000099