Center for Life-Span Development (CLSD) UGM merupakan wadah bagi interns yang memiliki potensi luar biasa dan inspiratif. Salah satunya adalah Christopher Florensco Raditya Setadewa atau lebih akrab disapa Seto. Di tahun 2025 ini, Seto yang merupakan individu disabilitas intelektual, telah berkesempatan menjadi intern di CLSD UGM. Hadirnya Seto sebagai bagian dari CLSD UGM merupakan bukti keterbukaan dan wujud komitmen CLSD UGM terhadap inklusivitas untuk penyandang disabilitas di lingkungan kerja.
Tidak hanya itu, CLSD UGM juga memberikan energi baru yang menyegarkan bagi Seto sendiri. “Menyenangkan, apa yang mau disampaikan enjoy aja. Seneng juga dapet temen-temen baru, orangnya asik-asik,” ungkap Seto, menggambarkan suasana CLSD UGM yang ramah dan suportif.
Kondisi yang dialami Seto tidak menghalanginya untuk tetap aktif dalam berbagai kegiatan di CLSD UGM. Beberapa waktu terakhir, lulusan diploma perhotelan dari Sekolah Tumbuh ini aktif di salah satu program yang diselenggarakan oleh CLSD UGM, yaitu Kelas Psikologi Senior School. Senior School merupakan sebuah program sekolah lansia yang diselenggarakan oleh CLSD UGM bekerja sama dengan BIAS School, di mana para peserta akan menerima berbagai materi mengenai psikologi dari dosen Fakultas Psikologi UGM.
Pada program tersebut, Seto terlibat dalam dua pertemuan terakhir yang diadakan pada tanggal 29 dan 30 Juli 2025. Sebagai fasilitator, ia bertugas untuk mendokumentasikan kegiatan dan memberikan mikrofon kepada peserta yang ingin bertanya. Meskipun awalnya merasa canggung karena ini merupakan hal yang tidak biasa, tetapi Seto tidak butuh waktu lama untuk dapat beradaptasi. “Mereka lebih semangat. Meskipun baru pertama kali ketemu jadi canggung, tapi semangat mereka menular,” ujar Seto penuh semangat. Bahkan di pertemuan kedua, Seto berinisiatif untuk membuat video dokumentasi dengan lebih menarik layaknya ‘content creator’.
Seto diperkenalkan kepada CLSD oleh Ibu Elga Andriana, S.Psi., M.Ed., Ph.D., Dosen Fakultas Psikologi UGM sekaligus salah satu tim peneliti di CLSD. Bu Elga yang telah mengenal Seto sejak kelas 1 Sekolah Dasar, menganggap Seto sebagai individu yang memiliki kemampuan yang sangat baik dan adaptif.
Di luar kegiatannya bersama CLSD UGM, Seto juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan lainnya. Misalnya, ia sempat mengikuti beberapa mata kuliah di Fakultas Psikologi UGM. Meskipun terkadang ia merasa materi yang diberikan tidak sepenuhnya terjangkau, respon dari mahasiswa lain membuat proses belajar menjadi lebih mudah. “Tanggapan mahasiswa lain juga sangat welcome, nice,” ujar Bu Elga. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan yang suportif adalah kunci utama untuk menciptakan ruang belajar yang inklusif bagi siapa pun.
Selain itu, Bu Elga juga menceritakan keterlibatan Seto dalam proyek photovoice terkait inklusivitas. Dalam proyek tersebut, Seto diminta untuk memotret kerumunan orang yang ada di jalanan Malioboro, kemudian menceritakannya. Menariknya, Seto melakukan hal tersebut secara antusias dan mandiri tanpa bantuan orang tua. Hal ini tentu menunjukkan kemandirian dan keinginan belajar yang tinggi dari Seto, yang tentunya tidak terlepas dari dukungan yang diberikan orang tua untuk mendukung perkembangannya.
Kisah Seto di CLSD bukan hanya sekadar cerita tentang seorang intern biasa. Seto adalah representasi dari semangat dan keinginan belajar yang tak pernah pudar. Dengan kemampuan sosial dan kemandirian yang luar biasa, pengalamannya memberikan pemahaman bahwa inklusivitas adalah tindakan nyata yang bisa dilakukan untuk menciptakan ruang aman dan ramah bagi semua orang.
#AustraliaAwardslndonesia #AAG #OzAlum