Sumber gambar: freepik.com
Penulis: Hilman Dwi Himawan
Penyunting: Reswara Dyah Prastuty
Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengetahui bahwa salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak. Beragam cara diterapkan orang tua dalam mendidik anak, seperti mendidik dengan memberikan aturan-aturan yang ketat, bahkan ada yang sama sekali tidak memberikan aturan, mengabaikan hak-hak anak seperti kasih sayang, pendidikan, dan sebagainya, serta memberikan aturan sekaligus kebebasan kepada anak. Bervariasinya pola asuh ini dimungkinkan bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor budaya di mana orang tua berada, kepribadian orang tua, dan sebagainya.
Beragamnya pola asuh orang tua di Indonesia memicu sebuah pertanyaan mendasar mengenai seberapa jauh pemahaman orang tua mengenai pola asuh yang diterapkan. Nyatanya, tidak semua orang tua memahami mengenai pola asuh yang diterapkan terutama berkaitan dengan dampak bagi perkembangan anak ke depan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi perkembangan anak. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ashari et al. (2017) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan kognitif anak. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Solihah et al. (2021) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pola asuh orang tua yang signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak di mana 44% perkembangan sosioemosional anak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa penting bagi orang tua untuk memahami pola asuh yang diberikan terhadap anak.
Pemahaman pertama yang perlu diperhatikan oleh orang tua mengenai pola asuh adalah jenis pola asuh yang diberikan. Di balik beragamnya pola asuh orang tua sebenarnya bisa disederhanakan menjadi 4 pola asuh. Menurut Diana Baumrind, terdapat 4 jenis pola asuh orang tua (Santrock, 2016), yaitu:
- Pola asuh authoritarian berkaitan dengan membatasi, memaksa, memarahi, dan menghukum.
- Authoritative berkaitan dengan pola asuh yang hangat, mendukung, memberi kebebasan namun tetap menekankan tanggung jawab.
- Neglectful berkaitan dengan pola asuh orang tua yang tidak terlibat dalam hidup anak serta tidak ada kontrol dan norma.
- Indulgent berkaitan dengan pola asuh orang tua yang sangat terlibat dengan anak namun tidak menuntut dan menerapkan aturan dan anak dibiarkan melakukan apapun yang mereka mau. Melalui pemahaman pertama ini, orang tua diharapkan mampu mengidentifikasi pola asuh apa yang diterapkan pada anak.
Pemahaman selanjutnya yang perlu diperhatikan oleh orang tua mengenai pola asuh adalah batasan dalam penerapan. Setelah mengidentifikasi jenis pola asuh yang diberikan kepada anak, orang tua perlu memahami seberapa jauh pola asuh tersebut diterapkan. Hal ini perlu dilakukan agar pola asuh yang diberikan tetap berdampak positif bagi perkembangan anak. Menurut Santrock (2016), pola asuh authoritative akan menjadikan anak tumbuh sebagai pribadi yang ceria, memiliki kontrol diri, mandiri, berorientasi pada pencapaian, bersahabat, kooperatif, mampu mengatasi stres dengan baik, dan memiliki harga diri yang baik. Selanjutnya, pola asuh authoritarian akan menjadikan anak tumbuh sebagai pribadi yang tidak bahagia, penuh dengan rasa takut, cemas, inisiasi yang rendah, keterampilan komunikasi yang lemah, dan bisa berperilaku agresif terutama laki-laki. Kemudian, pola asuh indulgent menjadikan anak tumbuh sebagai pribadi yang tidak sopan dengan orang lain, kontrol diri yang rendah, dominan, egosentris, dan tidak patuh. Terakhir, pola asuh neglectful menjadikan anak tumbuh sebagai pribadi yang memiliki kompetensi sosial rendah, kontrol diri yang rendah, harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan tidak memiliki kemandirian yang baik. Jika mengacu pada temuan tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa sebaiknya pola asuh authoritarian, indulgent, dan neglectful tidak diberikan secara intensif kepada anak. Sebaliknya, pola asuh authoritative perlu dipertimbangkan sebagai pola asuh utama yang diterapkan orang tua kepada anak.
Pemahaman terakhir yang perlu diperhatikan oleh orang tua mengenai pola asuh adalah sebisa mungkin menghindari pemberian hukuman pada anak. Berdasarkan penelitian, ternyata hukuman atau kekerasan fisik yang dilakukan orang tua banyak berhubungan dengan berbagai dampak negatif pada anak seperti rendahnya internalisasi moral, rendahnya kesehatan mental, tingginya agresivitas, depresi pada remaja, dan externalizing problems seperti kenakalan remaja (Cicchetti, 2017; Cicchetti & Toth, 2016). Selain itu, pemberian hukuman atau kekerasan fisik juga sebaiknya dihindari karena setidaknya terdapat lima dampak negatif lainnya (Santrock, 2016). Kelima dampak tersebut, yaitu:
- Ketika orang dewasa menghukum anak dengan teriakan atau pukulan maka ia justru sedang memberikan model bagi anak untuk lepas kontrol dalam menghadapi situasi yang stressful sehingga anak akan meniru.
- Hukuman akan menanamkan ketakutan, kemarahan atau penghindaran sehingga anak justru takut dekat dengan orang tua.
- Hukuman lebih menekankan pada apa yang tidak boleh dilakukan daripada apa yang seharusnya dilakukan.
- Pemberian hukuman bisa menjadikan orang tua lepas kendali dan membahayakan anak.
- Hukuman kadang-kadang mengarah pada terjadinya child maltreatment yang bisa berakibat pada rendahnya regulasi emosi, masalah kelekatan, bermasalah dalam relasi kelompok, sulit beradaptasi di sekolah, dan masalah psikologis lainnya serta bisa menyebabkan anak berperilaku agresif dan menyalahgunakan obat-obatan.
Mengetahui betapa pentingnya pemahaman orang tua terhadap pola asuh anak, sudah seharusnya orang tua mulai menyadari tiga pemahaman mendasar mengenai pola asuh terhadap anak, yaitu jenis pola asuh yang diberikan, batasan dalam penerapan, dan sebisa mungkin menghindari pemberian hukuman pada anak. Adanya pemahaman mengenai pola asuh tersebut diharapkan dapat menjadikan orang tua semakin bijak dalam memberikan pengasuhan pada anak. Dengan demikian, perkembangan anak diharapkan akan menjadi lebih optimal, baik dari segi kognitif, emosi, sosial, maupun budaya.
Daftar Pustaka
Ashari, C. D., Utami, N. W., & Susmini. (2017). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia 3-4 Tahun di PAUD Kecamatan Magelang Selatan. Nursing news, 2(3), 565–579.
Cicchetti, D. (2017, in press). A Multilevel Developmental Approach to the Prevention of Psychopathology in Children and Adolescents. In J.N. Butcher & Others (Eds.), APA Handbook of Psychopathology. American Psychological Association.
Cicchetti, D., Toth, S. L. (2016). Child Maltreatment and Developmental Psychopathology: A Multi-level Perspective. In D. Cicchetti (Ed.), Developmental Psychopathology (3rd ed.). Wiley.
Santrock, J. W. (2016). A Topical Approach To Life-Span Development (9nd ed.). McGraw Hill Education.
Solihah, S., Ali, M., & Yuniarni, D. (2021). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak di TK Mujahidin Pontianak. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 10(9), 1–8. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/49434