Pendidikan Anak Usia Dini dan Tahap Perkembangan Anak
oleh: Yunita Ch. Yoseph
editor: Resti Fahmi Dahlia
Dalam satu dekade, kemunculan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini semakin merebak di Indonesia. Lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai lembaga pendidikan formal hadir bersama lembaga non formal lainnya yang juga berfokus pada perkembangan anak usia dini seperti kelompok bermain dan tempat penitipan anak. Meningkatnya jumlah sekolah dan peserta didik pada lembaga PAUD belum tentu dibarengi dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini pada masyarakat Indonesia. Partisipasi dan persepsi orang tua terhadap lembaga PAUD masih rendah (1) Banyak orang tua yang mendaftarkan anak mereka pada sekolah PAUD karena membutuhkan tempat untuk menitipkan anak tanpa mengevaluasi perkembangan anak mereka Selain rendahnya partisipasi orang tua, masalah pun muncul dari pihak lembaga-lembaga PAUD di Indonesia.
Penyelenggaraan lembaga PAUD di Indonesia yang mengacu pada kurikulum PAUD 2013 memiliki standar capaian yang meliputi enam aspek, yakni aspek nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional dan seni (2). Empat aspek di antaranya sesuai dengan teori perkembangan yang diutarakan oleh Santrock. Pada usia tiga tahun, ukuran otak anak mencapai 95% dari otak dewasa dan pada usia enam tahun, ukuran otak menjadi hampir sama dengan ukuran otak anak tersebut kelak setelah dewasa. Bagian otak yang pesat bertumbuh pada masa ini adalah area lobus frontal yang berfungsi sebagai perencanaan, pengorganisasian dan atensi.
Sedangkan pada aspek kognitif, anak pada usia ini mulai membentuk konsep, bernalar dan munculnya egosentrisme. Anak-anak dapat membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik. Sedangkan egosentrisme menjelaskan kemampuan anak yang tidak dapat membedakan perspektif dirinya sendiri dan orang lain. Selain egosentrisme, adapula keterbatasan animisme, yakni benda mati seolah-olah memiliki kualitas yang sama dengan benda hidup. Vygotsky menambahkan dalam teorinya bahwa kognitif anak tergantung pada perangkat yang disediakan lingkungan dan pikiran mereka dibentuk oleh konteks kultural (3). Pada aspek bahasa, anak-anak masuk pada masa transisi eksternal kepada internal, yakni penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain menjadi fokus pada pikiran mereka. Yang sering dilakukan anak-anak pada masa ini adalah private speech. Beberapa peneliti menemukan bahwa anak-anak yang menggunakan private speech menjadi lebih perhatian dan meningkat prestasinya dibanding anak-anak yang tidak menggunakan private speech. Pada aspek sosio emosional, anak-anak diijinkan untuk mengekspresikan perasaannya. Salah satu contoh bahwa aspek perkembangan ini tidak terfasilitasi dengan baik yang penulis temui adalah ketika anak laki-laki menangis, pendamping PAUD mengatakan, ‘Ayo laki-laki jangan cengeng’. Ungkapan seperti ini justru tidak mengizinkan anak untuk menjadi jujur dengan perasaannya
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan kurikulum yang sudah dikembangkan tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Masalah besar yang dihadapi bangsa ini adalah adanya kesenjangan pengetahuan dan pola pikir antara konseptor dan pelaksana. Sebuah penelitian terhadap tingkat pemahaman guru pada kurikulum 2013 pada salah satu kecamatan di Kab. Pamekasan menunjukkan hasil sebagai berikut:
- Faktor mengingat (C1) sebagian besar berada pada kategori baik yaitu dengan persentase sebesar 94,38%,
- Faktor menerapkan (C2) sebagian besar berada pada kategori baik yaitu sebesar 85,57%,
- Faktor mengaplikasikan (C3) mengalami penurunan yaitu sebesar 70,37% (4).
Masalah-masalah dalam memahami kurikulum akan selalu timbul jika masalah kualitas pendidik tidak diselesaikan, di antaranya guru PAUD yang disyaratkan berlatarbelakang S1 PG PAUD pada kenyataannya masih didominasi dari lulusan SMA sederajat. Untuk meningkatkan profesionalitas, beberapa kegiatan telah dilakukan, seperti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, kendati demikian masih banyak guru yang belum lulus kegiatan ini. Hal ini menunjukkan potret pendidik anak usia dini di Indonesia memang belum baik (5). Padahal tingkat kompetisi guru berhubungan erat dengan kemampuannya melakukan manajemen kelas yang erat kaitannya dengan kualitas pembelajaran (6). Selain itu, terdapat masalah lain, yakni gaji guru PAUD yang relatif kecil padahal biaya sekolah PAUD relatif mahal.(7) Kualitas tenaga pendidik memang sangat berpengaruh pada kualitas perubahan pendidikan yang diharapkan. Terutama bagi pendidik anak usia dini yang merupakan masa emas perkembangan. Guru PAUD perlu dilatih untuk melakukan manajemen kelas yang baik, di antaranya dengan pendekatan konstruktivis Hal ini tentu juga sebuah harapan bagi perombakan sistem pendidikan nasional agar mulai meninggalkan pendidikan yang berpusat pada kognitif.
Pola pendidikan konstruktivis mengekspos pelajar pada pengalaman baru dengan menciptakan rasa penasaran atau pertanyaan-pertanyaan yang merupakan bentuk kegelisahan mental yang menantang untuk memahami informasi baru yang dihasilkan pengalaman baru (8). Pola pendekatan ini memfasilitasi aspek-aspek perkembangan anak usia dini(9), antara lain: 1) proses aktif baik secara individu, sosial, mental maupun fisik; 2) proses sosial yang mengakomodasi adanya perbedaan pengetahuan setiap individu; 3) proses kreatif yang dapat datang dari dalam individu maupun dari luar melalui diskusi, argumentasi maupun berbagi interpretasi pengetahuan yang datang dari setting sosial.
Contoh teknis pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mendukung pendekatan ini adalah dengan metode bermain peran. Bermain peran mengacu pada latihan pengalaman aktif sehingga peserta belajar mengenai etika melalui gambaran potensi keputusan yang harus dibuat. Cara ini dapat meninggalkan kesan yang mendalam dibandingkan dengan pola ceramah searah oleh pendidik dan peserta menerimanya begitu saja, lalu kemudiaan kesempurnaan hapalan materi dianggap sebagai kesuksesan pembelajaran. Anak akan kesulitan merapkan prinsip-prinsip tertentu ketika bertemu dengan situasi baru yang sangat berbeda dengan situasi kelas, atau lebih buruk, anak-anak pun tak dapat memahami prinsip sebuah ilmu pengetahuan, hal inilah yang berkaitan erat dengan tingkat literasi Indonesia yang dilaporkan masih sangat rendah. Buku-buku yang dapat digunakan untuk mendukung pendekatan ini adalah buku-buku bergambar di mana anak dapat memanipulasinya, buku yang menyajikan obyek-obyek dan anak mengenali obyek yang bermakna baginya dan buku dengan tokoh yang dapat mewakili perasaan anak (10). Proses ini akan membawa anak pada pandangannya yang baru setelah melihat dirinya sendiri dan dunia. Melalui konstruktivisme, pendidikan menjadi sarana pemenuhan diri karena memungkinkan individu untuk mengeksplor dirinya sendiri.
Referensi
- Nugraheni, S., & Fakhruddin, F. (2014). Persepsi Dan Partisipasi Orang Tua Terhadap Lembaga PAUD Sebagai Tempat Pendidikan Untuk Anak Usia Dini (Studi Pada Orang Tua di Desa Tragung Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang). Journal of Nonformal Education and Community Empowerment 3(2), 3739.
- ___________ (2018). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Diakses dari https://banpaudpnf.kemdikbud.go.id/upload/download-center/Buku%20Kerangka %20Dasar_1554107062
- Santrock, John. (2012). Life-Span Development Edisi Ketigabelas Jilid I. USA: McGraw Hills.
- Noviana, Nisa dan Karim. (2019). Tingkat Pengetahuan Guru Paud Tentang Kurikulum2013. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini 6 (2), 114–124.
- Christianti, Martha. (2012). Profesionalisme Pendidik Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak 1(1), 112-122.
- Fatmawati, Eka. (2019). Hubungan Kompetensi Guru PAUD dengan Manajemen Kelas di TK Kelurahan Sokanegara Purwokerto.Skripsi Thesis. IAIN Purwokerto.
- Hewi, La dan Muh Shaleh. (2020). Refleksi Hasil PISA (The Programme for International Student Assesment): Upaya Perbaikan Bertumpu pada Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age 4(1), 30-41.
- Saphira-Lishchinsky. (2015). Simulation-based constructivist approach for education leaders. Educational Management Administration & Leadership 43 (6) 972-988. DOI: 10.1177/1741143214543203
- Graffam, Ben. (2003). Constructivism and Understanding: Implementing the Teaching for Understanding Framework. The Journal of Secondary Gifted Education 25 (1), 13-22.
- Nurgiyantoro, Burhan. (2005). Tahapan Perkembangan Anak Dan Pemilihan Bacaan Sastra Anak. Cakrawala Pendidikan 2, 197-218.